Integrasi Nasional

 INTEGRASI NASIONAL


A. Konsep dan Urgensi Integrasi Nasional

Dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state) selalu dihadapkan pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman orang–orang yang ada di dalamnya agar memiliki rasa persatuan,kehendak untuk bersatu dan secara bersama bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, bagaimana mungkin suatu negara-bangsa bisa membangun, jika orangorang yang ada di dalam negara tersebut tidak mau bersatu, tidak memiliki perasaan sebagai satu kesatuan dan tidak bersedia mengikatkan diri sebagai satu bangsa.

Suatu negara-bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang dinamakan integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negara- bangsa yang mampu membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan bangsa-bangsa yang ada di dalamnya. Integrasi nasional merupakan salah satu tolok ukur persatuan dan kesatuan bangsa.

Kita dapat menguraikan istilah tersebut dari dua pengertian: secara etimologi dan terminologi. Etimologi adalah studi yang mempelajari asal usul kata, sejarahnya dan juga perubahan yang terjadi dari kata itu. Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata pembentuk istilah tersebut.

Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata integrasi dan nasional. Terminologi dapat diartikan penggunaan kata sebagai suatu istilah yang telah dihubungkan dengan konteks tertentu. Konsep integrasi nasional dihubungkan dengan konteks tertentu dan umumnya dikemukakan oleh para ahlinya.

Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya adalah “national integration”. "Integration" berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Kata ini berasal dari bahasa latin integer, yang berarti utuh atau menyeluruh. Berdasarkan arti etimologisnya itu, integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.

“Nation” artinya bangsa sebagai bentuk persekutuan dari orang-orang yang berbeda latar belakangnya, berada dalam suatu wilayah dan di bawah satu kekuasaan politik.

Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai istilah tersebut. Misalnya, Kurana (2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran identitas bersama di antara warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang berbeda, agama dan daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui kenyataan

bahwa kita semua adalah satu. Jenis integrasi ini sangat penting dalam membangun suatu bangsa yang kuat dan makmur.

Berdasar uraian di atas, Anda dapat memahami bahwa secara terminologi, istilah integrasi nasional memiliki keragaman pengertian, sesuai dengan sudut pandang para ahli. Namun demikian kita dapat menemukan titik kesamaaannya bahwa integrasi dapat berarti penyatuan, pembauran, keterpaduan, sebagai kebulatan dari unsur atau aspek aspeknya. Lalu unsur atau aspek apa sajakah yang dapat disatukan dalam konteks integrasi nasional itu?

Dalam hal ini kita dapat membedakan konsep integrasi dalam beberapa jenis yang pada intinya hendak mengemukakan aspek-aspek apa yang bisa disatukan dalam kerangka integrasi nasional.

Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010) lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi nasional.

Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik. Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni 1) integrasi bangsa, 2) integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5) integrasi tingkah laku (perilaku integratif). Uraian secara berturut-turut sebagai berikut:

1. Integrasi bangsa menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu pembentukan identitas nasional.

2. Integrasi wilayah menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan kelompok kelompok sosial budaya masyarakat tertentu

3. Integrasi elit massa menunjuk pada masalah penghubungan antara pemerintah dengan yang diperintah.Mendekatkan perbedaan-perbedaan mengenai aspirasi dan nilai pada kelompok elit dan massa.

4. Integrasi nilai menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial

5. Integrasi tingkah laku (perilaku integratif), menunjuk pada penciptaan tingkah laku yang terintegrasi dan `yang diterima demi mencapai tujuan bersama.

Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi, menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman sejarah dan politik yang relatif sama.

Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek yakni aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Dari aspek politik, lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi ekonomi), yakni saling ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama secara sinergi, dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan antara suku, lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional meliputi: 1) Integrasi politik, 2) Integrasi ekonomi, dan 3) integrasi sosial budaya.

1. Integrasi politik

Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal. Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan rakyat guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan proses politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat beragama dan golongan masyarakat Indonesia.

2. Integrasi ekonomi

Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar akan mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di sisi lain, integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatanhambatan antar daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan antar keduanya, misal peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan aturan bersama yang mampu menciptakan keterpaduan di bidang ekonomi.

3. Integrasi sosial budaya.

Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti kesediaan bersatu bagi kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, dan ras.

B. Perlunya Integrasi Nasional

Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka, faktor pemerintah yang berkeabsahan (legitimate) merupakan hal penting bagi embentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya akan dapat dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu menggerakkan dan mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja bersama.

Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan menggunakan kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan rakyatnya terhadap pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang disepakati. Hal demikian memerlukan integrasi politik.

Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945, membangun integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah memikirkan tentang perlunya membangun kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia. Penjajah lebih mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan guna epentingan integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah merdeka, kita perlu menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi bangsa.

Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi masalah pelik bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi juga latar belakang bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara yang di dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian primordial yang merupakan unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan

kesetiaan etnik adalah sesuatu yang alami, bersifat primer. Adapun kesetiaan nasional bersifat sekunder. Bila ikatan etnik ini tidak diperhatikan atau terganggu, mereka akan mudah dan akan segera kembali kepada kesatuan asalnya. Sebagai akibatnya mereka akan melepaskan ikatan komitmennya sebagai satu bangsa.

Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan integrasi bangsa menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan integrasi nasional selalu menghadapi situasi dilematis seperti terurai di depan. Setiap penciptaan negara yang berdaulat dan kuat juga akan semakin membangkitkan sentimen primordial yang dapat berbentuk gerakan separatis, rasialis atau gerakan keagamaan.

Kekacauan dan disintegrasi bangsa yang dialami pada masa-masa awal bernegara misalnya yang terjadi di India dan Srilanka bisa dikatakan bukan semata akibat politik “pecah belah” kolonial namun akibat perebutan dominasi kelompok kelompok primordial untuk memerintah negara. Hal ini menunjukkan bahwa setelah lepas dari kolonial, mereka berlomba saling mendapatkan dominasinya dalam pemerintahan negara. Mereka berebut agar identitasnya diangkat dan disepakati sebagai identitas nasional.

Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitasidentitas baru yang diciptakan (identitas nasional), misal, bahasa nasional, simbol negara, semboyan nasional, ideologi nasional, dan sebagainya.

Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan,

keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi

dapat diartikan ketidakpaduan, keterpecahan di antara unsur unsur yang

ada. Jika integrasi terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan

konflik atau perseturuan dan pertentangan

Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala disintegrasi merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat suatu bangsa pastilah menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya yang terjadi justru gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki banyak ragam, misalkan pertentangan fisik, perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan perang.

C. Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Integrasi Nasional

Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi negara yang baru merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut tetap menginginkan agar semua warga yang ada di dalam wilayah negara bersatu untuk negara yang bersangkutan. Apakah bangsa Indonesia pernah mengalami integrasi sebelum merdeka tanggal 17 Agustus 1945?

Menurut Suroyo (2002), ternyata sejarah menjelaskan bangsa kita sudah mengalami pembangunan integrasi sebelum bernegara Indonesia yang merdeka. Menurutnya, ada tiga model integrasi dalam sejarah perkembangan integrasi di Indonesia, yakni 1) model integrasi imperium Majapahit, 2) model integrasi kolonial, dan 3) model integrasi nasional Indonesia.

1. Model integrasi imperium Majapahit

Model integrasi pertama ini bersifat kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja dan saudarasaudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa (mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom. Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana Majapahit menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain dengan Champa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand).

2. Model integrasi kolonial

Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim, sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar (pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan dengan massa rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti. Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada penguasa kolonial.

3. Model integrasi nasional Indonesia

Model integrasi ketiga ini merupakan proses berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah.

Integrasi model ketiga dimaksudkan untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka, memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran kebangsaan yang baru.

Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik yang

bersifat keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi perdagangan dan kelompok perempuan. Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.

Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilalui

dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1) Masa Perintis

Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan melalui

pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan

munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran

Budi Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

2) Masa Penegas

Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat kebangsaan

pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat Indonesia yang beraneka ragam tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa yang memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.

3) Masa Percobaan

Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan Indonesia Berparlemen. Namun, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut tidak berhasil.

4) Masa Pendobrak

Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan. Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagi pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.

Dari sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pernyatan bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsa ini telah merdeka, bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan bangsa lain di dunia. Dari sisi sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi integratifnya” bangsa Indonesia, dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas menuju bangsa yang satu yakni bangsa Indonesia.

D. Dinamika dan Tantangan Integrasi Nasional

Dinamika itu bisa kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis integrasi sebagai berikut:

1. Integrasi bangsa

Tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Vantaa, Helsinki, Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil secara damai mengajak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung dan setia memegang teguh kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Proses ini telah berhasil menyelesaikan kasus disintegrasi yang terjadi di Aceh sejak tahun 1975 sampai 2005.

2. Integrasi wilayah

Melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957, pemerintah Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar laut teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Dengan deklarasi ini maka terjadi integrasi wilayah teritorial Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan satu kesatuan wilayah dan laut tidak lagi merupakan pemisah pulau, tetapi menjadi penghubung pulau-pulau di Indonesia.

3. Integrasi nilai

Nilai apa yang bagi bangsa Indonesia merupakan nilai integratif? Jawabnya adalah Pancasila. Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai integratif terus-menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan Pancasila baik dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di sekolah. Melalui kurikulum 1975, mulai diberikannya mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) di sekolah. Saat ini, melalui kurikulum 2013 terdapat mata pelajaran PPKn. Melalui pelajaran ini, Pancasila sebagai nilai bersama dan sebagai dasar filsafat negara disampaikan kepada generasi muda.

4. Integrasi elit-massa

Dinamika integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya pemimpin mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan ke daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi nasional. Berikut ini contoh peristiwa yang terkait dengan dinamika integrasi elit massa.

5. Integrasi tingkah laku (perilaku integratif)

Mewujudkan perilaku integratif dilakukan dengan pembentukan lembagalembaga politik dan pemerintahan termasuk birokrasi. Dengan lembaga dan birokrasi yang terbentuk maka orang-orang dapat bekerja secara terintegratif dalam suatu aturan dan pola kerja yang teratur, sistematis, dan bertujuan. Pembentukan lembaga-lembaga politik dan birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus 1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke-2 tanggal 19 Agustus 1945 memutuskan pembentukan dua belas kementerian dan delapan provinsi di Indonesia.

Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah berupa celah perbedaan

antara elite dan massa, di mana latar belakang pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal ini memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih menonjol daripada dimensi vertikalnya.

Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu persoalan yang dialami oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan.

Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam integrasi horizontal di Indonesia.

Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para pemimpin untuk terus menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin mau mendengar keluhan rakyat, mau turun kebawah, dan dekat dengan kelompok-kelompok yang merasa dipinggirkan.

Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat, kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat, dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak- tidaknya kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian besar warga masyarakat.

Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaan yang ada satu sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Kita juga tidak dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horizontal ini dalam arti yang sepenuhnya. Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan

dicarikan solusinya dengan baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.

Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di mana keberadaan negara-bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mangabaikan batas-batas negarabangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya ikatanikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Di situlah nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin berat.

E. Integrasi Nasional

Masyarakat yang terintegrasi dengan baik merupakan harapan bagi setiap negara. Sebab integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik material seperti kerusakan sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental spiritual seperti perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental yang berkepanjangan. Di sisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara di mana semestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan masyarakat akhirnya harus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan demikian negara yang senantiasa diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk mewujudkan kemajuan.

Integrasi masyarakat yang sepenuhnya memang sesuatu yang tidak mungkin diwujudkan, karena setiap masyarakat di samping membawa potensi integrasi juga menyimpan potensi konflik atau pertentangan. Persamaan kepentingan, kebutuhan untuk bekerjasama, serta konsensus tentang nilai-nilai tertentu dalam masyarakat, merupakan potensi yang mengintegrasikan. Sebaliknya perbedaan-perbedaan yang ada dalam masyarakat seperti perbedaan suku, perbedaan agama, perbedaan budaya, dan perbedaan kepentingan menyimpan potensi konflik, terlebih apabila perbedaan-perbedaan itu tidak dikelola dan disikapi dengan cara dan sikap yang tepat. Namun apa pun kondisinya, integrasi masyarakat merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk membangun kejayaan bangsa dan negara sehingga perlu senantiasa diupayakan. Kegagalan dalam mewujudkan integrasi masyarakat berarti kegagalan untuk membangun kejayaan nasional, bahkan dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa dan negara yang bersangkutan.

RANGKUMAN:

1. Integrasi nasional berasal dari kata integrasi dan nasional. Integrasi berarti memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang bulat dan utuh. Kata nasional berasal dari kata nation (Inggris) yang berarti bangsa sebagai persekutuan hidup manusia.

2. Integrasi nasional merupakan proses mempersatukan bagian-bagian, unsur atau elemen yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan yang lebih bulat, sehingga menjadi satu nation (bangsa).

3. Jenis jenis integrasi mencakup 1) integrasi bangsa, 2) integrasi wilayah, 3) integrasi nilai, 4) integrasi elit-massa, dan 5) integrasi tingkah laku (perilaku integratif).

4. Dimensi integrasi mencakup integrasi vertikal dan horizontal, sedang aspek integrasi meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya.

5. Integrasi berkebalikan dengan disintegrasi. Jika integrasi menyiratkan adanya keterpaduan, kesatuan dan kesepakatan atau konsensus, disintegrasi menyiratkan adanya keterpecahan, pertentangan, dan konflik.

6. Model integrasi yang berlangsung di Indonesia adalah model integrasi imperium Majapahit, model integrasi kolonial, dan model integrasi nasional Indonesia.

7. Pengembangan integrasi dapat dilakukan melalui lima strategi atau pendekatan yakni 1) Adanya ancaman dari luar, 2) Gaya politik kepemimpinan, 3) Kekuatan lembaga–lembaga politik, 4) Ideologi Nasional, dan 5) Kesempatan pembangunan ekonomi.

8. Integrasi bangsa diperlukan guna membangkitkan kesadaran akan identitas bersama, menguatkan identitas nasional, dan membangun persatuan bangsa.

0 Response to "Integrasi Nasional"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel